Semenjak tahun 1998 sampai sekarang, atau pada masa krisis moneter melanda perekonomian negeri ini, keluarga saya mengalami gulung tikar (bangkrut) dalam usaha ber-wiraswatanya. Harta keluarga seperti rumah, mobil, tanah sudah terjual untuk membuat modal kembali usaha keluarga, tetapi hasilnya sama sekali tidak ada perubahan. Saya adalah anak ke dua dari lima bersaudara, ironisnya saat perekonomian keluarga berada dibawah, anak-anaknya sedang butuh biaya pendidikan yang semakin mahal.
Saya termasuk lulusan terbaik di MA. Setelah selesai SMA, ingin rasanya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sebagai pintu gerbang menuju cita-cita saya menjadi tenaga kesehatan. Tetapi nyatanya, untuk duduk dibangku kuliah itu sungguh sangat sulit ketika ekonomi keluarga sangat buruk. Walaupun ekonomi keluaga sangat tidak memungkinkan, saya masih punyai keyakinan pasti ini semua ada jalan keluarnya. Setelah ujian nasional SMA, saya dipanggil oleh wakil kepala sekolah untuk mengikuti PMDK di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebuah kampus peradaban yang menetapkan motto Knowledge, Piety, Integrity menghasilkan sebuah spirit untuk mewujudkan kampus madani, sebuah kampus yang berkeadaban, menghasilan alumni yang memiliki kedalaman, keluasaan ilmu, ketulusan hati, dan kepribadian kokoh. Menjadi keputusan akhir saya untuk mendaftar PMDK UIN. Uang pendaftaran PMDK orang tua saya meminjam ke saudara, karena memang kami tidak mempunyai uang. Beberapa minggu setelah saya mendaftar, hasilnya saya lulus di UIN. Sungguh ada perasaan bahagia sekaligus bingung, karena orang tua atau saya tidak punya uang seperak pun untuk daftar ulang. Waktu saya hanya 2 minggu untuk mencari uang ‘jutaan’ itu, berbagai cara saya dan orangtua berusaha tetapi hasilnya nol. Dari yang kehujanan, kepanasan, nyasar cari alamat saya lalui sendiri untuk mencari uang masuk kuliah. Saya pun pasrah, tetapi di balik kepasrahan saya, hati kecil yakin Allah akan menjamin rizki bagi hambanya yang menuntut ilmu. Dua hari sebelum nama saya dicoret dari kelulusan PMDK UIN, karena belum daftar ulang. Saya di panggil oleh pihak sekolah, ternyata pihak sekolah mengetahui kesulitan yang saya alami dan akhirnya pihak sekolah pun yang membiyai uang masuk di kampus tercinta UIN, selain itu saya diminta menjadi asisten laboraturium MIPA sekolah selama 1 tahun. Subhanallah, Maha Besar Allah atas kemurahanNya. Sujud syukur, saya haturkan untuk Sang Pencipta Kehidupan Tiada Tanding.
Saat menjadi mahasiswa, kesulitan keuangan menemani aktifitasku selama 4 tahun. Saya memang mendapatkan beasiswa, tetapi uang beasiswa itu tidak mencukupi untuk biaya kuliah di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Saya harus benar-benar pintar membagi waktu antara belajar, kuliah, berorganisasi dan mencari tambahan uang. Bersyukur walau keluarga ekonomi nya sangat buruk, tetapi semangat orangtua dan doa merekalah yang menjadi kekuatan untuk terus bertahan. Rumah kamipun sudah dijual untuk membiayai pendidikan anak-anaknya dan membeli rumah yang lebih murah. Banyak hal yang ingin diceritakan, tetapi sangat tidak cukup jika hanya dibatasi dengan 500 kata. Sejarah hidup saya menjadi kekuatan yang luar biasa dan membentuk karakter pribadi ini.
Kesimpulan yang ingin saya sampaikan adalah teruslah berjuang dan bermimpi untuk perubahan. Terkadang Allah menginginkan kita untuk jatuh, sakit, kalah dan menangis agar kita mengerti arti sabar dan syukur sebenarnya atau hanya untuk sadarkan kita bahwa kebahagiaan, kemenangan dan keberhasilan butuh sebuah kolam keringat dan air mata. SEMANGAT!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar